Berjualan Sate Gagak

Tak ada sedikit pun rasa takut, tekadnya sudah bulat, ia harus mendapatkan pembagian sesuai dengan yang dijanjikan agar hidup dan kehidupannya dapat berubah dan segera terlepas dari belenggu kemiskinan ….

Oleh: Dewa Brata

 

Neomisteri – Semua yang tinggal di situ sangat mafhum, sebenarnya, lelaki berpakaian bersih, berambut panjang namun tatapan matanya kosong adalah sosok yang mulanya ingin mengubah hidup dan kehidupan diri dan keluarganya.

Tak ada yang dapat menepis, sejak mulai menghirup udara dunia, Iing nama panggilkan dari Sumarlin terlahir dari keluarga kurang mampu. Ayahnya bekerja sebagai buruh serabutan, sementara, ibunya buruh cuci. Walau begitu, Iing tergolong anak yang senang menolong dan pandai di sekolahnya. Itulah sebabnya, sejak kecil, Iing mempunyai banyak teman.

Sayangnya, karena ketiadaan biaya, maka, Iing pun hanya mengantongi ijazah SMP. Berbekal itu, ia pun dapat bekerja di salah satu percetakan, tepatnya percetakan rumahan yang ada di bilangan Jakarta Pusat.

Jika malam liburan, Iing pasti ada di gardu, di sudut jalan yang menuju ke tempat pemakaman umum untuk berkumpul dan berbincang dengan teman-temannya yang senasib sepenanggungan. Semua yang berkumpul mengakui, Iing mempunyai keberanian yang luar biasa. Bahkan mereka seolah sepakat; “Urat takutnya Iing udah putus”.

Dari sekian banyak teman sekolahnya waktu SMP, hanya Rahmat yang kadang datang menyambanginya. Walau anak orang berada, namun, Rahmat tidak sombong. Ia sering membantu Iing jika sedang membutuhkan.

Menariknya, Rahmat begitu antusias mendengarkan jika Iing tengah menceritakan pelbagai peristiwa seram yang sering dialaminya ketika duduk-duduk di gardu bersama dengan teman-teman sepermainannya ….

Hingga pada suatu hari, ketika Rahmat diminta untuk memegang perusahaan milik keluarganya, ia meminta Iing untuk menjadi SATPAM di tempat itu. Sejak itu, hidup dan kehidupan Iing pun mulai terangkat. Walau begitu, di kantor, Iing selalu menjaga jarak. Ia tetap menunduk dan menyapa Rahmat dengan sebutan; “Pak”.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, pada suatu ketika, Iing diminta untuk menghadap Pak Rahmat di ruangannya. Ternyata, di dalam ruangan itu sudah ada lelaki muda dengan wajah kharismatik.

Rahmat pun memperkenalkan; “Ini Kang Jaya, temen dari Cirebon”.

Iing pun mengangsurkan tangannya. Tak lama kemudian, ketiganya sudah terlibat dalam pembicaraan yang hangat dan serius. Intinya, Kang Jaya mempunyai seekor burung gagak hitam legam, sementara, Rahmat diminta untuk menyediakan minyak ponibasalwa jarum tujuh belas, apel jin daun satu dan beberapa jenis buhur.

Tujuannya satu, berjualan sate gagak di makam keramat yang angker, karena penghuni gaib di sana sangat gemar dengan jenis makanan yang satu ini. Bahkan, makhluk astral itu kadang bersedia membelinya dengan harga yang sangat mahal.

Walau harus merogoh kocek sangat dalam, namun, Rahmat menyanggupinya dan meminta Iing untuk membantunya. Mulanya Iing menolak sambil mengingatkan; “Resikonya gede. Bisa tarohan nyawa”.

Rahmat dan Kang Jaya saling pandang. Akhirnya Kang Jaya pun berkata; “Capek jadi orang susah. Kalo mau cepet kaya uma ini caranya, lagi pula enggak pake tumbal”, lanjutnya lagi.

“Berapa pun hasilnya kita bagi rata”, ujar Rahmat menengahi sambil menatap Iing dengan penuh harap.

Karena tak sampai hati, Iing pun mengangguk tanda setuju ….

Singkat kata, pada hari yang ditentukan, menjelang tengah malam ketiganya sudah berada di areal pemakaman keramat yang terletak di bilangan Indramayu. Kang Jaya yang agaknya paling tahu dengan tata caranya, langsung saja menyembelih, menguliti, merajang dan menusuk potongan-potongan kecil da tubuh gagak itu kemudian membalurnya dengan minyak ponibasalwa dan beberapa jenis buhur, sementara, Iing mempersiapkan perapian.

Setelah semuanya dianggap beres, Kang Jaya dan Rahmat pergi meninggalkan Iing yang tengah sibuk mengipasi beberapa tusuk sate gagak. Bau daging terbakar bercampur dengan aroma wewangian pun sontak menguar di seantero pemakaman yang letaknya di pinggiran pantai.

Seiring dengan angin yang bertiup demikian kencang disertai dengan deburan ombak yang menjilat pantai, bermunculan wajah-wajah menyeramkan karena ditumbuhi bulu kasar dan mulut penuh darah atau yang menjijikkan karena badannya penuh luka bernanah dan yang tampan dan cantik bak dewa-dewi … di bibir pantai juga tampak serombongan orang turun dari perahu dengan membawa peti-peti yang demikian berat.

“Beli … sini beli”, kata mereka seraya mendekati Iing.

Iing dengan tegas mengatakan; “Harganya mahal, keluarkan seluruh harta kalian, baru aku berikan!”

Dari tiga tusuk sate, Iing sudah berhasil menjual satu tusuk yang ditukar dengan berbagai jenis perhiasan dan emas batangan. Tawar-menawar pun terus terjadi. Iing sengaja bertahan dengan harapan dapat menarik harta mereka sebanyak-banyaknya.

Sementara, di kejauhan, Rahmat dan Kang Jaya gelisah. Takut kehabisan waktu ….

Dan benar perhitungan keduanya, sementara, Iing masih bertahan untuk menaikkan harga, di kejauhan, sayup-sayup terdengar suara orang mengaji ….

Blarrr …! Hanya itu yang terdengar bersamaan dengan lenyapnya para penghuni gaib yang semula sangat ingin menikmati sate gagak. Di antara nisan-nisan tua, tampak Iing masih tetap mendekap dua tusuk sate gagak, sementara, tangan kirinya dipenuhi dengan berbagai jenis perhiasan.

Dengan perasaan tak menentu, Iing berjalan menemui Rahmat dan Kang Jaya untuk menyerahkan apa yang didapat. “Naik ke mobil, kita ke rumah dulu”, demikian kata Kang Jaya.

Iing pun menceritakan pengalamannya. Rahmat dan Kang Jaya memuji keberanian Iing ….

Setibanya di rumah, setelah meletakkan pelbagai perhiasan dan emas batangan itu di meja, Kang Jaya pun langsung ke dapur untuk membuat kopi. Tak lama kemudian, ketiganya asyik menyesap kopi hangat sambil merokok ….

Seiring dengan semburat sang surya, keanahen pun terjadi. Kemilau perhiasan yang ada di meja mendadak memudar, bahkan berubah menjadi kuningan sari.

Ketiganya saling pandang. Tak ada yang mampu berkata-kata.

Yang pasti, Kang Jaya dan Rahmat mengalami rugi yang sangat besar, sementara, Iing yang selama beberapa hari berkhayal ingin mengubah hidup dan kehidupannya pun pupus sudah ….

Baca juga:

Tumbal Pesugihan

Akibat Susuk Kencana

Perempuan Bahu Laweyan

Tersesat di Alam Siluman Babi

Hadiah dari Siluman Ular

artikel terkait

1 COMMENT

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Penampakan Sosok Berwajah Anjing di Jalan Kalimantan

Sedang nyaman-nyamannya ngebut, mungkin tepat ketika mentari pudar di cakrawala, paman saya hampir menabrak sesuatu. Ya memang sangat membahayakan karena ujar beliau, itu kejadiannya...

Pengalaman Seram Melihat Leak Bali

Kakakku memang agak nakal. Saat itu kita melihat seperti ranting dari sebuah cabang menjuntai, dia melompat dan menarik keras ranting mungkin karena keingintahuan dia....

Artikel Terpopuler