Bunga Ficus Racemosa yang juga memiliki nama sinonim Ficus Glemerata Roxb, ternyata, sejak dahulu telah menjadi buruan orang-orang yang ingin menjadi pemimpin utama ….
oleh: Erlangga Kusumadewa
Neomisteri – Bagi masyarakat kebanyakan, pohon yang satu ini lebih dikenal dengan julukan Pohon Tin Jawa. Betapa tidak, pohon yang banyak tumbuh di Nepal, Thailand, Malaysia dan Indonesia yang kebanyakan banyak ditemukan di Pulau Jawa, memiliki, tekstur yang sama dengan Pohon Tin.
Pohon yang memiliki beragam sebutan, di antaranya Pohon Lo atau Elo (Jawa), Ara (Indonesia), Arah (Madura) — pada zamannya, bagi masyarakat pesisir Madura, ranting Pohon Lo biasa diikatkan di bagian depan perahu (jungal-red) dengan tujuan agar tidak tersesat.
Baca: Berburu Mustika Bambu
Ternyata tak hanya itu, ada satu kisah yang menarik untuk disimak. Menurut tutur yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Sumenep, Pohon Lo yang bagi masyarakat Madura lebih dikenal dengan sebutan Pohon Arah ternyata memiliki kaitan begitu erat dengan seorang pangeran yang sangat ingin menjadi raja.
Pada suatu zaman, seusai tafakur, salah seorang pangeran yang begitu ingin menjadi raja bertemu dengan seorang ulama besar dari Gujarat. Seolah mampu menebak isi hati sang pangeran, ulama besar itu pun memberikan petunjuk; “Jika engkau ingin benar-benar menjadi pemimpin, maka, carilah kuntum Bunga Arah (Bunga Lo-red) yang sedang mekar”.
Setelah mengucapkan pesan tersebut, sang ulama pun kembali meneruskan perjalanannya untuk menyebarkan syiar Islam.
Berbilang waktu sang pangeran terus berusaha mendapatkan Bunga Arah yang dimaksudkan oleh sang ulama besar itu, tapi apa daya, bunga tersebut tak jua diketemukannya. Hingga akhirnya, pada suatu malam, sang pangeran bermimpi jika bunga tersebut hanya mekar dalam semalam pada malam ke 27 Ramadhan. Bunga tersebut terdapat di Gunung Geger, Bangkalan. Suatu gunung yang sampai sekarang masih disungkupi oleh berjuta misteri yang belum terungkap.
Karena sang pangeran bermimpi pada hari ke 26 Ramadhan, maka, begitu tersadar, ia langsung saja berangkat ke Gunung Geger, Bangkalan.
Ia tiba di Gunung Geger menjelang tengah malam. Benar, di depannya, tampak sekuntum Bung Arah yang mekar di antara ribuan buah yang mengelilinginya. Ketika akan memetik bunganya, mendadak, di depannya berdiri sang ulama besar yang selama ini dicarinya. Sambil tersenyum dengan halus sang ulama pun berkata; “Anakku … engkau beruntung bisa mendapatkan Bunga Arah. Namun, selain harus memakan Bunga Arah itu sampai habis, kelak jika engkau memimpin, berlakulah adil, arif dan bijaksana terhadap seluruh rakyatmu. Tidak boleh ada pilih kasih. Ingat … hanya itu pesanku”.
Bersamaan dengan itu, sang ulama besar pun perlahan-lahan hilan dari pandangan mata dan raib bak ditelan bumi.
Sejenak sang pangeran termangu. Begitu tersadar, ia langsung melaksanakan apa yang dikatakan oleh sang ulama. Dan setelah itu, ia pun kembali pulang ….
Hari terus berganti, tak lama setelah itu, lewat perjuangan yang keras dan pengorbanan yang tidak sedikit, akhirnya, sang pangeran pun berhasil menjadi raja besar. Menurut tutur, sang pangeran tersebut tak lain adalah Ken Arok.
Agaknya, peristiwa tersebut sampai sekarang masih menjadi acuan oleh sebagian orang yang berniat menjadi pemimpin. Sebelum mendapatkan Bunga Wijayakusuma, maka, terlebih dahulu ia akan mencari Bunga Arah atau Bung Lo.
(dari berbagai sumber terpilih)
You must log in to post a comment.