Dicintai Makhluk dari Alam Azrak

Cinta memang tak harus memiliki, karena cinta adalah pengabdian yang tak pernah habis dan selalu merasa tulus dan bahagia jika sang kekasih dapat hidup dengan layak bersama keluarga yang dicintainya sepenuh hati ….
Oleh: Saiful Bahri

 

Neomisteri – Akbar dan Maulana adalah dua sahabat yang sejak kecil tak pernah berpisah barang sedetik pun. Mulai bermain di rumah, sekolah sampai belajar mengaji pada Ustadz Natsir di surau yang ada di kampung kami, keduanya selalu bersama.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, Akbar dan Maulana terpaksa harus berpisah. Akbar tetap di kampung untuk membantu mengolah dan mengelola hasil ladang milik ayahnya. Sementara Maulana ke Banjarmasin untuk melanjutkan pelajarannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Sejak kecil, Maulana memang bercita-cita untuk menjadi dosen, sedang Akbar ingin menjadi guru mengaji sambil berladang.

Menurutnya, menjalani hidup dan kehidupan seperti itu lebih tenteram namun bermanfaat bagi diri, keluarga dan lingungannya. Hal itu sebagaimana yang selama ini ia rasakan bersama ayah, ibu, dan dua adiknya.

Sejak itu, kedua sahabat dapat dikatakan puas melepas kerinduan hanya pada saat liburan panjang, Hari Raya Ied. Pada kesempatan itu, tak jarang Maulana pulang ke kampung halamannya sambil membawa beberapa buku tata cara pertanian modern. Tujuannya tak lain agar sahabatnya juga dapat berkembang sebagaimana dirinya.

Persahabatan keduanya ternyata juga mengikat istri dan anak-anaknya. Sehingga bukan hanya ayah dan ibu serta adik masing-masing, namun hampir semua orang di kampung itu menyatakan bahwa keduanya bukan hanya sekadar sahabat, melainkan sudah menjadi keluarga.

Sementara Maulana berkutat dengan segala jenis penelitian di kampung, selepas menidurkan anaknya, biasanya Akbar langsung minta izin pada istrinya untuk riyadah dan membaca Alquran. Ia baru kembali ke rumahnya selepas salat Subuh. Entah sudah berapa kali ia khatam Alquran. Yang pasti, Akbar tak pernah mengingatnya. Ia hanya menjalankan semua itu dengan senang dan gembira. Lain tidak.

Hingga pada suatu Subuh, ketika berjalan pulang dari surau, ia bertemu dengan lelaki paruh baya yang belum pernah dikenalnya. “Assalamualaikum …,” sapa lelaki itu sambil mengangsurkan tangannya.

“Waalaikumsalam,” jawab Akbar sambil menyalami dan mencium tangan lelaki paruh baya yang mengaku bernama Syekh Syarief.

Saat itu, Akbar hanya merasakan dan melihat ia berada di tengah-tengah kota yang indah, rapi, dan bersih. Hampir semua yang ditemui, menyapa dan mencium tangan Syekh Syarief dengan takzim. Ketika tiba di rumah Syekh Syarief yang megah dan indah, Akbar diperkenalkan dengan seluruh keluarganya. Salah satunya Azizah nan rupawan.

Usai menyantap hidangan yang disajikan, Syekh Syarief pun memulai pembicaraan yang serius. Mulanya, setelah memperhatikan Akbar yang santun dan taat menjalankan ibadah, maka Azizah pun diam-diam jatuh hati. Setelah lama menimbang-nimbang, akhirnya ia meminta kepada sang ayah agar menemui pemuda itu dan meminta agar Akbar bersedia untuk menjadi suaminya.

Akbar hanya bisa terdiam. Usai Syekh Syarief berkata-kata, dengan takzim Akbar pun tidak berani memutuskan. Selain belum izin kepada istri, anak, kedua orang tua, dan gurunya, ia juga ingin mendirikan salat Istikharah. Tujuannya, agar semua yang dikerjakan memang petunjuk Allah, bukan nafsu semata. Semua yang hadir setuju bahkan bertambah kagum dengan pribadi Akbar.

Setelah dirasa cukup, Akbar pun mohon diri. Seiring terdengar balasan salam dari keluarga Syekh Syarief, Akbar pun sudah berada di depan rumahnya. Adam (3 tahun) anak pertamanya langsung saja menghambur ke pelukannya sambil bertanya manja; “Ayah kenapa baru pulang? Dari mana?”

“Ceritanya panjang, nanti ayah ceritakan di dalam,” sahut Akbar sambil menggendong Adam masuk ke dalam rumah.

Sang istri yang menyambut kedatangannya sambil mencium tangan suami, langsung menyediakan secangkir teh panas dan kudapan di atas meja. Karena dirasa waktunya tepat, maka Akbar pun menceritakan apa yang baru saja dialaminya kepada Yuni, sang istri.

Yuni dengan tenang dan mantap menjawab, “Silakan papa tanya kepada ayah, ibu, dan Ustadz Natsir. Setelah itu, dirikan salat Istikharah. Jawaban apapun yang papa terima, mama ikhlas untuk menerimanya.”

Jawaban itu membuat Akbar tak dapat barkata apa-apa kecuali merengkuh dan memeluk tubuh sang istri dengan erat dan penuh kasih. Tak lama kemudian, Akbar pun pamit untuk bertanya kepada ayah, ibu, dan Ustadz Natsir. Jawaban yang diterima Akbar pun sama; “Semua terpulang kepada Akbar yang bakal menjalani. Tapi akan lebih tepat jika dari hasil salat Istikharah.”

Tak ada yang berubah, Akbar tetap datang ke surau untuk riyadah dan dilanjutkan dengan melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Hanya saja, pada saat-saat tertentu, ia mendirikan salat Istikharah. Pada akhirnya, Akbar pun mendapatkan isyarah bahwa Azizah bukan jodohnya.

Usai salat Subuh, kembali Syekh Syarief menemui dan Akbar pun diajaknya serta. Setibanya di rumah Syekh Syarief dan setelah sejenak menanyakan kabar masing-masing, dengan santun Akbar mengutarakan hasil dari salat Istiharah-nya.

Semua yang mendengar terdiam. Azizah pun hanya bisa meneteskan air mata. Tak lama kemudian, ia pun berkata dengan lirih dan nada sendu; “Aku rela tidak memilikinya, tapi berikanlah kesempatan jika sewaktu-waktu aku turut membantu kesulitan Abang.”

Akbar dan semua yang ada mengangguk tanda setuju. Dan setelah dirasa cukup, Akbar pun pamit untuk pulang. Seperti biasa, usai jawaban salam, ia telah berada di depan rumahnya.

Kecintaan Azizah pun bisa dibuktikan dan dirasakan oleh Akbar dan keluarganya. Di antaranya, jika Yuni sedang kurang enak badan, maka selain keadaan rumah tetap bersih, makanan pun sudah tersaji di meja seperti biasanya. Begitu juga hasil panen yang terus melimpah ruah dengan hasil jual yang baik sehingga tingkat kehidupan Akbar pun terus meningkat.

Oleh sebab itu, Akbar dan Yuni tak henti-hentinya selalu menyebut keagungan Allah dan menyataklan terima kasih yang tak terhingga kepada Azizah yang begitu tulus membantu keluarega Akbar.

Ketika pada suatu hari Maulana sengaja datang untuk menanyakan kunci suksesnya, Akbar pun hanya bisa berkata; “Ini semua karena Allah lewat Azizah, gadis di alam Azrak yang begitu cinta padaku.”

“Cinta memang tak harus memiliki,” demikian kata Maulana menutup pembicaraan ….

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Tumbangnya Sang Jagoan

Ketergantungannya pada sabu membuatnya nekat, tapi apa daya, sekali ini ia kena batunya, ayunan pukulan bahkan sabetan pisaunya malahan telah membuatnya terpental sangat jauh...

Inikah Foto Selfie Paling Menyeramkan?

Neomisteri - Sekelompok gadis ABG di Inggris foto bareng untuk mengabadikan pesta ceria yang sedang berlangsung. Tapi siapa nyana, dalam foto kebersamaan mereka muncul...

Artikel Terpopuler