Kekeramatan Gong Kiai Pradah

Karena tersesat di tengah-tengah lebatnya hutan, ia pun memukul gong yang selalu dibawanya sebanyak tujuh kali … alih-alih manusia, yang datang ternyata segerombolan harimau besar dan langsung menjaganya ….
oleh: Ari Surbakti

 

Neomisteri – Warta berkisah, Gong Pusaka Kiai Pradah dan ada juga yang menyebut Kiai Bicak, adalah salah satu pusaka andalan Panembahan Senopati yang berasal dari Ki Ageng Selo. Tokoh sakti keturunan Majapahit yang mampu menangkap petir dan peristiwanya diabadikan pada sebuah pintu yang demikian terkenal; Pintu Bledeg di Masjid Agung Demak.

Kekeramatan Gong Pusaka Kiai Pradah memang tak perlu diragukan lagi. Kala itu, Pasukan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya menyerang Mataram — peperangan sengit pun terjadi di sekitar Prambanan. Keadaan semakin genting akibat kekuatan yang tidak seimbang membuat Panembahan Senopati memukul Kiai Bicak atau Kiai Pradah berulang-ulang di tengah-tengah erupsi Gunung Merapi serta kobaran api dari jerami yang sengaja dikumpulkan dan dibakar oleh pasukan Mataram.

Baca: Kerajaan Gaib di Waduk Bunder

Sontak, gemuruh erupsi dan kobaran serta asap api ditambah dengan suara Gong Kiai Pradah yang dirasakan sangat menusuk telinga dan menggetarkan jantung membuat pasukan Pajang tercekam. Melihat suasana yang sangat tidak menguntungkan, akhirnya, Sultan Hadiwijaya memutuskan untuk segera mundur secepat-cepatnya ….

Seiring dengan perjalanan sang waktu, akhirnya, benda pusaka tersebut jatuh ke tangan Pangeran Prabu, bersamaan dengan penobatan Sri Susuhunan Pakubuwono I yang merupakan saudara tirinya — padahal, sejatinya, Pangeran Prabu sakit hati bahkan berniat membunuh Sri Susuhunan Pakubuwono I. Karena ketahuan, maka, Pangeran Prabu pun mendapatkan hukuman dibuang ke salah satu hutan yang sangat angker dan lebat di bilangan Blitar, Jawa Timur.

Sumur Ketandan Keraton Kasepuhan: Mampu Melunturkan Sihir dan penyakit

Pangeran Prabu, Putri Wandansari (istri), dan Ki Amat Tariman abdi setianya pun berangkat dengan tak lupa membawa Gong Pusaka Kyai Bicak. Tujuannya, agar pusaka tersebut dapat melindungi mereka dari pelbagai marabahaya. Maklum, Hutan Lodaya, pada masa itu merupakan daerah yang sangat terkenal keangkerannya yang oleh sebagian besar orang digambarkan sebagaimana; jalma mara jalma mati, setan mara setan mati, sato mara sato mati, manungsa mara manungsa mati.

Sebagai penebusan dosa dan rasa bersalah yang teramat dalam, akhirnya, Pangeran Prabu memutuskan untuk bertapa seorang diri di tengah lebatnya Hutan Lodaya, sedang Gong Pusaka Kiai Bicak dan abdi setianya Ki Amat Tariman dititipkan kepada Nyi Rondho Patrasuta — seraya meninggalkan pesan; “Tiap 12 Mulud dan 1 Syawal Gong Pusaka Kiai Bicak agar disucikan dengan cara dijamasi dengan air bunga setaman, sedang air sisa atau bekas jamasan dapat untuk mengobati orang sakit atau sarana ketenteraman hidup”.

Persahabatan Dua Alam

Hari, minggu, bulan terus berganti, hingga suatu ketika Ki Amat Tariman merasakan rindu yang teramat sangat pada Pangeran Prabu. Karena perasaan tersebut tak terbendung lagi, akhirnya, ia pun nekat mencari Pangeran Prabu. Namun apa daya, Ki Amat Tariman tersesat di tengah lebatnya belantara Lodaya. Rasa bingung dan takut yang menyatu dalam hatinya membuat Ki Amat Tariman nekat memukul Gong Pusaka Kyai Bicak sebanyak 7 (tujuh) kali.

Baca: Sumur Keramat Penggila Judi

Gema Gong Kyai Bicak ternyata sangat luar biasa. Alih-alih Pangeran Prabu, yang datang adalah segerombolan harimau dengan ukuran badan yang sangat besar. Keajaiban pun terjadi, ternyata, harimau-harimau tersebut tidak mengganggu atau menyerang Ki Amat Turiman. Para binatang buas itu bahkan terkesan melindungi Ki Amat Turiman darri bahaya yang bakal mengancamnya.

Sejak itu, Gong Pusaka Kiai Bicak diberi nama baru, Kiai Pradah; yang artinya harimau ….

Sampai sekarang, kekeramatan Gong Pusaka Kiai Pradah seolah tak lekang dimakan zaman. Buktinya, tiap penjamasan, masyarakat dari berbagai kota banyak berdatangan. Selain ingin melihat dan mereka juga ngalab berkah untuk pelbagai maksud; mulai dari kesehatan, perjodohan, segera mendapatkan pekerjaan yang sesuai bahkan untuk kecantikan.

Untuk yang terakhir, neomisteri sempat melihat ada seorang gadis yang mencolek kapur warangan yang telah lumer mirip mentega dan langsung disapukan ke seluruh wajah dan bagian belakang lehernya secara merata. Ketika neomisteri menanyakan; “Untuk apa Mbak?”

Sambil tersenyum dan berjalan menjauh ia menjawab; “Biasa Mas, urusan perempuan”.

artikel terkait

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Kisah Atlantis yang Melegenda

Neomisteri - Atlantis merupakan pulau misterius yang sangat populer dan hingga kini masih sering dibicarakan. Meski kerap dilakukan pencarian ilmiah, hingga saat ini Atlantis...

Penjaga Gaib Pintu Air Jagir

Sebagaimana lazimnya bangunan lama, Pintu Air Jagir, Surabaya, yang dibangun pada rentang 1917 sampai sekarang masih berfungsi dengan baik, ternyata, dijaga oleh beberapa penunggu...

Artikel Terpopuler