Di tengah-tengah rimbunnya perkebunan dan sawah yang menghijau di sudut kota Subang, Jawa Barat, terdapat pancuran tujuh tempat mula pertama Nyi Subang Larang berwudu ketika akan mendirilkan salat ….
Oleh: Sumantri
Neomisteri – Neomisteri tak sengaja menemukan tempat yang oleh masyarakat dikeramatkan. Betapa tidak, tak ada seorang pun yang ditemui menyatakan bahwa di lokasi yang tak boleh disebutkan namanya itu terdapat pancuran tujuh — suatu tempat yang tiba-tiba memancarkan air ketika Nyi Subang Larang tengah dilanda kebingungan teramat sangat karena tak ada air ketika ia akan berwudu.
Beruntung, sekali ini neomisteri bertemu dengan Kang Yahya (33 tahun) yang mengaku sebagai salah seorang manajer di sebuah perusahaan yang berkantor di Jakarta Pusat. “Ya atas rida Allah, … setelah mandi di sumur tujuh selama tujuh Jumat berturut-turut, berbagai target yang ditetapkan perusahaan pun tercapai”, kilahnya.
Kami pun berjalan beriringan ke sebuah warung kecil yang ada di pinggiran sawah. Biasa, untuk melepaskan lelah dan sekadar mengisi perut ala kadarnya dengan pop mie, segelas kopi dan beberapa potong pisang goreng.
Di sana kami bertemu dengan Abah Yoyo, lelaki paruh baya yang kebetulan baru pulang dari sawah dan langsung menyalami Kang Yahya — ternyata, keduanya sudah saling kenal. Ya … Abah Yoyo adalah sosok yang mengantarkan Kang Yahya untuk pertama kalinya melakukan ritual mandi di pancuran tujuh. Hubungan keduanya pun jadi semakin akrab karena tiap Jumat saling bertemu.
“Penjaga gaib di sana adalah Nini Seruni. Wanita cantik namun tegas. Ia bahkan selalu mengingatkan kepada yang datang mintalah selalu kepada Allah … pasti akan terkabul”, ungkap Abah Yoyo yang ternyata merupakan salah satu keturunan dari juru kunci sumur tujuh yang terdahulu.
“Apa yang semua terjadi adalah karena Allah, oleh sebab itu, keramat sumur tujuh seolah benar-benar dirahasiakan. Dengan kata lain, hanya orang-orang terpilih, berhati bersih dan keinginan kuat yang dapat menemukan tempat ini”, lanjut Abah Yoyo seraya mengajak neomisteri menuju ke lokasi pancuran tujuh.
“Menurut cerita orang-orang tua, pada suatu siang, Nyi Subang Larang ingin mendirikan salat zuhur. Tapi apa daya, ia dan rombongan ada di tengah-tengah hutan. Akhirnya, Nyi Subang Larang meminta kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan air untuk berwudu. Tanpa perlu berlama-lama, tak jauh dari tempatnya berdiri, tepatnya dari gundukan tanah memancar tujuh sumber air”, papar Abah Yoyo sambil menunjuk ke arah sumur keramat tersebut.
Nyi Subang Larang langsung saja melakukan sujud syukur sambil mengucap; “Ya Rabb … perkenankanlah mereka yang meminta dengan tulus kepada-Mu dan bekerja keras sebagaimana yang dicontohkan Baginda Rasulullah limpahan kebahagiaan karena yang dicita-citakan terkabul”.
“Nah … itulah sebabnya, kenapa mereka yang berjodoh menemukan tempat ini dan selalu memohon karunia kepada Allah sekaligus berusaha dan bekerja keras, Insya Allah, cita-citanya bakal terkabul”, kata Kang Yahya menguatkan.
“Tapi ingat, jangan sekali-kali menuliskan alamat tempat ini dengan gamblang”, sambung Kang Yahya lagi.
“Ya … pamali”, pungkas Abah Yoyo.
Pada masa “togel” sedang marak, ada empat lelaki yang nekat datang kesini untuk mendapatkan nomor jitu. Tapi apa yang terjadi, belum lagi mereka duduk tenang di depan ubo rampe serta beberapa batang hio yang menyala — mendadak, keempatnya langsung menghambur tak tentu arah karena melihat tiga ekor naga dikawal puluhan harimau loreng yang siap menerkam dan mencabik-cabik tubuhnya.
Penduduk pun heboh. Tapi apa daya, keempatnya terus saja menceracau sambil menunjuk-nunjuk ke pancuran tujuh. Alhasil, menurut penuturan beberapa orang keluarganya yang sengaja datang untuk memohonkan maaf, keempatnya baru dapat tenang.
Neomisteri pun mafhum akan segala paparan Abah Yoyo dan Kang Yahya sambil mengagumi keindahan alam yang ada di sekitar tegaknya pohon pinus serta hamparan sawah yang menghijau.