Menelusuri Hutan Pasarean Nagarapageuh

Pada malam dan bulan tertentu, makam keramat yang terletak di atas bukit ini banyak dikunjungi orang untuk berbagai keperluan, mulai dari napak tilas, namun banyak pula yang datang khusus untuk memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar cita-citanya dapat terkabul ….
oleh: Arief Permana

Neomisteri – Menuju makam keramat yang ada di tengah-tengah kerimbunan Hutan di Nagarapageuh, Pamawangan, Ciamis, Jawa Barat, kita seolah memasuki suatu kawasan yang masih benar-benar lestari. Betapa tidak, jalan berundak yang ditapaki seolah hanya pembenahan dari jalan setapak yang sudah ada sejak masa lalu.

Alih-alih pokok kayu, ranting pepohonan yang tergeletak di bawah pokok pohon tak ada seorang pun yang berani menyentuhnya. Apalagi mengambil dan membawanya pulang untuk kayu bakar. Maklum, siapa pun yang berani mengambil atau membawanya pulang, malamnya, ia bakal didatangi oleh sosok “maung” atau harimau jantan yang besar untuk mengingatkan agar mengembalikan barang yang diambilnya.

Jika tidak, maka, yang bersangkutan bakal sakit atau celaka bahkan bisa saja kehilangan nyawanya ….

Menurut masyarakat; “Itu pada masa lalu. Tapi, karena sudah jadi kebiasaan, maka, hutan tersebut menjadi hutan larangan yang sampai sekarang masih lestari”.

Dari cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat, makam keramat yang terdapat di atas bukit sekaligus di tengah-tengah hutan larangan itu adalah pusara dari Raden Undakan Kalangsari — akhirnya lebih dikenal sebagai Raden Undakan — kemenakan sekaligus salah satu Senopati Pajajaran dan merupakan putra dari Prabu Sang Resi yang tidak lain adalah kakak dari Prabu Siliwangi yang memegang tampuk pemerintahan setelah Prabu Banyak Wangi atau sang kakek mangkat.

Dalam perjalanan hidupnya, suatu hari, Raden Undakan bertemu dengan Ki Tuan Kutajayana yang memiliki seorang anak perempuan yang terkenal karena kecantikannya. Sontak cinta pun bersemi di hati Raden Undakan, ia meminang sang putri dengan membawa mahar berupa uang dan perhiasan emas. Tapi apa daya, Ki Tuan Kutajayana menolaknya dengan halus. Selain masih kecil, Ki Tuan Kutajayana juga berkeinginan untuk menikahkan anaknya dengan lelaki yang satu keyakinan (agama-red).

Raden Undakan menerima syarat yang diajukan oleh bakal mertuanya dengan hati lapang. Ia pun mulai mempelajari agama Islam. Singkat kata, setelah dianggap memiliki bekal agama yang cukup, maka, Ki Tuan Kutajayana pun menikahkan putrinya dengan Raden Undakan.

Ketiganya sepakat untuk menetap di Nagarapageuh dan melakukan syiar Islam di sana. Lambat laun, Nagarapageuh pun menjadi suatu daerah kekuatan Islam. Dari sini banyak lahir ulama-ulama besar — dan di antara keturunan Raden Undakan, ada yang mukim di Lengkong Karang Tawang dan Kuningan.

Sampai akhir hayatnya, Raden Undakan mukim di Nagarapageuh. Ia dikebumikan di Gunung Pasarean Nagarapageuh, sementara, sang mertua, Ki Tuan Kutajayana yang pada akhirnya lebih dikenal sebagai Haji Kujaya, dikebumikan di sebelah barat Masjid Agung Nagarapageuh. Dan kepemimpinan Nagarapageuh pun dilanjutkan oleh salah seorang keturunannya yang bernama Dalem Nagarapageuh.

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Toko Merah

Sesuai dengan warnanya, bangunan yang berada di Kawasan Kota Tua Batavia, selain kepemilikannya beberapa kali berpindah tangan, keangkeran dan nuansa mistiknya juga terasa demikian...

Jalan Maut di Barat Jawa

Taktik Perang Gerilya yang diterapkan oleh Panglima Disi Siliwangi, Abdul Haris Nasution, membuat jalur Kuningan-Ciamis, Garut-Tasikmalaya, dan Sumedang-Tanjungsari merupakan jalan menuju neraka bagi pasukan...

Artikel Terpopuler