Di bawah naungan rimbunnya pohon beringin yang berusia puluhan tahun, terdapat sumur tua yang tak seberapa dalam namun airnya tak pernah kering walau kemarau berkepanjangan ….
oleh: Arif Suketi
Neomisteri – Dari sekian banyak situs yang terdapat di Cirebon, sekali ini, neomisteri bersama-sama dengan Mas Raji (42 tahun) sosok indigo namun enggan menunjukkan kebolehannya jika tidak dengan yang dikenalnya secara akrab, sengaja memilih Sumur Ketandan yang terletak di depan Keraton Kasepuhan, Cirebon.
Betapa tidak, jika dibaca secara spiritual sumur, dalam hal ini Sumur Ketandan adalah merupakan pertanda atau tanda bahwa di tempat itu, dahulu, adalah pemukiman dari salah satu sesepuh bahkan bukan tidak mungkin beliau adalah orang pertama yang mendiami tempat itu. Ketika hal itu ditelisik kepada sang juru kunci, ternyata benar, Sumur Ketandan adalah merupakan peninggalan dari Pangeran Cakrabuana atau yang lebih dikenal lagi dengan sebutan Mbah Kuwu Cirebon.
Baca: Putri Kembang Sore
Mendengar pengakuan dari sang juru kunci, Mas Raji agak terkesiap. Maklum, ia tahu tepat tentang kekeramatan Mbah Kuwu Cirebon.
Setelah cukup lama menenangkan diri, Mas Raji pun bersiap-siap. Cukup lama ia duduk menutup cipta, rasa dan karsanya hingga suasana sekitar terasa berubah makin mencekam. Angin tak lagi bertiup dan suara binatang malam pun hilang … perlahan namun pasti, udara dingin mulai menyungkupi siapa pun yang ada di sana disertai dengan gumpalan asap tebal berwarna keperakan mendatangi kami.
Mas Raji kelihatan semakin membungkukan badannya. Neomisteri pun merasakan bahwa suasana sekitar terasa sangat berubah. Yang terdengar hanyalah gumaman belaka ….
Entah berapa lama peristiwa itu terjadi. Neomisteriu baru tersadar manakala Mas Raji menepuk bahu dan mengajak neomisteri begitu juga juru kunci menjauh dari Sumur Ketandan untuk mencari minuman panas. Dan setibanya di warung, Mas Raji pun bercerita; “Yang datang utusan beliau, seekor macan loreng yang sangat besar”.
Baca: Misteri Alunan Gamelan, Tangisan dan Pintu Gerbang Gaib
“Selanjutnya”, kata Mas Raji, “ingatkan kepada semua yang datang, jangan sekali-kali meminta kepada air sumur, mintalah kepada Allah. Karena hanya Ia yang Maha Segala-galanya”, lanjutnya lagi.
“Sementara, jika niatan terkabul, maka, santuni mereka yang kurang beruntung. Banyak beramal dan harus jadi semakin dekat kepada Sang Maha Pencipta. Patuhi segala ajaran Rasul dan jauhi larangan Allah”, pungkasnya.
Sang juru kunci dengan cepat menimpali, “Pesan tersebut selalu saya sampaikan kepada peziarah”, ungkapnya dengan dialek Cirebon yang kental.
“Alhamdulillah”, kata Mas Raji, “berarti pesan yang saya terima selama ini sudah dijalankan dengan baik dan benar. Lalu, siapa saja yang biasa datang ke tempat ini?” Tanyanya.
“Lumayan banyak, ada pegawai negeri, bahkan ada pejabat juga. Kalau pejabat selalu mengaku napak tilas, karena Sumur Ketandan diakui sebagai peninggalan leluhur mereka … sedang bagi para pegawai, biasanya agar dapat jabatan atau tidak terkena PHK”, jawabnya penuh semangat.
Baca: Kerajaan Gaib Klampis Ireng
“Tapi bukan hanya itu, banyak juga yang datang untuk segera dapat jodoh, dapat pekerjaan. Bahkan, ada yang datang jauh dari luar kota konon saudaranya terkena santet. Seminggu kemudian, orang tersebut kembali datang dan menggelar syukuran di Yayasan Yatim Piatu karena saudaranya sembuh total setelah mandi dan minum air Sumur Ketandan”, paparnya.
“Karena Mbah Kuwu Cirebon terkenal sebagai pembuat terasi, jangan heran, banyak nelayan datang mengambil air dari sumur ini untuk memandikan perahunya. Tujuannya, selain selamat, juga agar hasil tangkapannya melimpah”, ujarnya menutup pembicaraan.
Setelah membayar kopi dan indo mie, maka, kami pun pamit untuk pulang. Sang juru kunci pun dengan hangat melambaikan tangan dan mendoakan kami agar tiba dengan selamat di tujuan. Sumur Ketandan, ternyata bukan hanya sekadar situs, namun, khasiatnya sampai sekarang masih tetap dirasakan bagi yang memerlukannya.