asd

Hidangan Sahur dari Mbah Dal

Mungkin karena tak punya keturunan dan hidup sendiri, maka, Mbah Dal begitu perhatian dan sangat menyayangi ibu sampai akhir hayatnya ….
oleh: Tim Redaksi

 

Neomisteri – Aku sangat hafal, jika Mbah Dal, lelaki yang tinggal di sebelah rumah yang  hanya terpisah kebun singkong tiap usai mancing dan mendapatkan banyak ikan, ia pasti akan mengirimkan hasil masakannya kepada ibuku — dan kami menyantapnya dengan lahap dan penuh nikmat. Dari ibu aku mendapatkan tahu jika Mbah Dal tidak punya keturunan dan hidup menyendiri setelah istrinya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.

Tiap hari, selepas membersihkan Musala dan mendirikan salat, Mbah Dal biasanya berangkat ke tepian sungai atau sawah untuk memancing dan baru kembali menjelang waktu Salat Zuhur akan tiba — selesai itu pasti bau masakan yang sedap akan menguar kemana-mana.

“Ning … ini ikannya sudah matang”, demikian katanya dalama bahasa Jawa yang kental sambil menyerahkan sepiring ikan gabus atau lele yang baru saja dimasak.

Seperti biasa, sudah itu, aku dan adikku langsung menyerbu dan menyantapnya dengan lahap. Maklum, sejak dulu Mbah Dal memang jago dalam mengolah ikan. Oleh sebab itu, ibu langsung menyisihkan untuk ayah dan setelah itu kami pun  menyantapnya dengan lahap dan penuh semangat. Boleh dikata, hampir tiap hari keluarga kami pasti mendapatkan kiriman makanan matang dari Mbah Dal.

Walau ayah dan ibu sering mengingatkan, namun, Mbah Dal tetap saja melakukannya. Menurutnya, ini semua dilakukan karena sejak ibu kecil ia begitu menyayanginya. Kiriman dari Mbah Dal menjadi semakin beragam jika Ramadan tiba. Tak hanya masakan berupa sayur, kadang, Mbah Dal juga mengirimi goreng pisang, pisang rebus bahkan lemet atau unti atau ketimus.

Sudah barang tentu, ibu tak pernah bisa menolak. Yang senang adalah aku dan Tini adikku. Diam-diam, kami berdua selalu berharap agar tiap hari Mbah Dal terus mengirimkan makanan.

Waktu terus berlalu, hingga pada suatu hari, Mbah Dal menghembuskan nafas terakhirnya saat ia akan mendirikan Salat Zuhur di Musala. Ibu sangat terpukul. Ayah dan adikku berusaha menenangkan …

Ajian Pembungkam

Lepas pemakaman, semua warga kampung sepakat agar bekas rumah Mbah Dal dipakai untuk Pusat Kegiatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga dan Posyandu.

Kini aku sudah duduk di bangku SMA kelas 2 sedang adik di bangku SMP kelas 3. Hari itu adalah Ramadan hari ketujuh, selepas berbuka, kami pun bersiap-siap mendirikan Salat Isya kemudian Tarawih dan dilanjutkan dengan Tadarus. Entah kenapa, tidak seperti biasanya, lepas Tarawih aku dan adikku merasa sangat lelah — sebentar-sebentar menguap. Untuk itu, aku dan adikku memutuskan untuk pulang dan tidur.

Anehnya, setibanya di rumah, ayah dan ibu juga sudah tidur. Akhirnya, kami berdua pun memutuskan untuk tidur di kamar masing-masing.

Aku terbangun tepat pukul, 03.15 karena mendengar pintu diketuk; “Ning … Ning … bangun, sahur, ini aku bawakan mangut lele”.

Antara sadar dan tidak, aku membuka pintu dan menerima rantang serta sebakul nasi panas sambil mengucapkan terima kasih; “Terima kasih Mbah Dal”.

Aku berjalan ke ruang makan sambil tak lupa membangunkan ayah, Ibu dan adikku untuk sahur bersama. Setelah kami sahur dan berdoa, barulah ibu tersadar; “Mas … ini siapa yang masak? Kok ibu enggak dibangunin”.

Ayah dan adik menatap ibu penuh selidik. Aku pun dengan gagap menjawab; “Tadi saya terbangun karena ada yang mengetuk pintu. Ternyata Mbah Dal yang datang sambil menyerahkan rantang dan sebakul nasi panas”.

“Hah …”, ucap ayah dan adik secara bersamaan.

Kami hanya bisa saling pandang.

Ketika hal tersebut ayah ceritakan pada Ustad Syakir lepas Salat Subuh, beliau hanya berkomentar; “Yah itu bukti kebesaran Allah terhadap hamba-Nya yang saleh. Mbah Dal adalah sosok yang dapat jadi panutan, sepeninggal sang istri, hidupnya hanya untuk beribadah. Lain tidak”.

Ayah pun mengangguk tanda mengerti. Sungguh tak dinyana, walau telah tiada, tapi cinta dan kasih sayang Mbah Dal terhadap ibu ternyata tidak pernah luntur.

“Ya … Rabb, tempatkanlah Mbah Dal kakung dan putri di surga-Mu”, hanya doa itu yang terlontar dari mulutku dan adikku.

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Persahabatan Dua Alam

Sayid harus menerima takdir karena terlahir sebagai anak yang memiliki kemampuan untuk melihat, berdialog, bermain, bahkan kadang tanpa disadari ia bisa memasuki alam makhluk...

10 Tempat Paling Menakutkan di dunia (2)

Berbagai peristiwa menakutkan kerap  terjadi di tempat-tempat ini. Seperti jeritan di malam hari yang tidak diketahui asalnya, langkah-langkah misterius serta sekelebatan bayangan yang akan...

Artikel Terpopuler