asd

Bekerja di Perkampungan Jin

Setelah menghilang tanpa kabar berita selama enam bulan, akhirnya, Tono pulang dengan membawa uang berlimpah serta bibit tanaman yang selalu menghasilkan buah teramat mengagumkan ….
oleh: Tim Redaksi

 

Neomisteri – Kemiskinan telah membuat Tono tak pernah punya rasa takut. Menurutnya, cukup dirinya jujur dan hanya takut kepada Allah, Rasul, serta kedua orang tua dan serta mengajinya, selebihnya, ia hanya sekadar menghormatinya karena orang itu lebih tua atau sudah sejak lama mengenalnya.

Prinsip hidup yang dipegang teguh itu membuat hampir seluruh warga kampung segan terhadapnya. Ia bahkan dijadikan contoh para orang tua agar anak-anaknya berperilaku sebagaimana Tono — yang dalam kesehariannya mengolah sebidang tanah di pinggiran danau dekat pintu air yang di atasnya tumbuh pohon Pule atau Pulai dan beringin tua serta makam keramat yang merupakan pepunden desa tersebut.

Oleh sebab itu, tak heran, Tono selalu dapat bekerja dengan tekun karena praktis hanya beberapa orang saja yang lewat di lahannya.

Hingga pada suatu hari, kemarau berkepanjangan membuat air danau pun surut. Akibatnya, Tono harus mengambil air di danau dengan terlebih dahulu melewati lumpur yang demikian liat. Akibatnya, dalam waktu singkat, tenaganya pun terkuras. Usai menyirami dan menyiangi gulma di ladangnya, lepas mendirikan salat zuhur, Tono pun menyandarkan diri di pokok beringin untuk melepaskan lelah … semilir angin membuat rasa kantuk langsung saja menguasainya.

Antara sadar dan tidak, Tono hanya merasa ada kesiur angin membawa aroma wangi yang tak dikenal menyapu badannya, setelah itu, ia melihat ada seorang lelaki paruh baya mendatangi sambil menanyakan siapa pemilik lahan di depannya. Tono yang sudah berdiri sejak melihat kedatangan lelaki paruh baya itu langsung menyahut bahwa kebun itu dirinya yang menggarap. Percakapan hangat di antara keduanya langsung terjadi. Tampaknya, lelaki paruh baya yang mengaku Pak Wastra itu tertarik dengan ketekunan dan pengetahuan Tono seputar dunia berkebun.

Ia pun menawarkan Tono agar bersedia bekerja di kebunnya selama beberapa waktu sambil menanti saat panen di kebunnya. Tono langsung mengiyakan, maklum, ia sangat berharap dapat segera merapikan rumah peninggalan kedua orang tua dan menebus 5 bahu lahan yang digadaikan untuk biaya pengobatan ibunya.

Singkat kata, keduanya langsung menuju Truk Fuso yang terparkir lumayan jauh dari tepian danau. Keduanya langsung naik, dan kendaraan pun berjalan — sejak berjalan menuju kendaraan sampai barangkat menuju tujuan tak ada seorang pun yang bicara, keduanya seolah larut dalam lamunannya masing-masing.

Pak Wastra mengendarai truk-nya dengan baik, dan beberapa saat kemudian ia sudah menghentikan kendaraannya di pintu gerbang perkebunan semangka yang tampaknya baru saja berbunga. Pak Wastra memberikan beberapa petunjuk dan Tono pun  mendengarkannya dengan wajah serius — dan menunjukkan sebuah bangunan tempat Tono beristirahat.

Ilustrasi Kebun Semangka
Ilustrasi Kebun Semangka

Keadaan kebun yang agak tidak terawat membuat Tono segera minta diri untuk ganti pakaian dan langsung menyiangi gulma yang tumbuh subur di sana. Dalam waktu tak berapa lama, kebun pun mulai bersih, bahkan putik bunga mulai berubah menjadi pentil. Kenyataan itu membuat Pak Wastra jadi gembira.

Alhasil, tepat waktu panen … Pak Wastra tampak gembira. Ia menyerahkan uang dan bibit semangka dalam sarung bantal yang terpisah. Esoknya, Pak Wastra mengantarkan Tono pulang dengan naik Truk Fuso. Sesampainya di sana, Tono baru tersadar. Ia seolah merasa terbangun dari mimpi panjangnya — beberapa orang yang melihatnya tampak terheran-heran. Tejo sahabatnya sejak kecil langsung mendekati dan memberondongnya dengan pertanyaan; “Kemana saja selama ini tidak kelihatan dan orang-orang dari mana yang menjaga dan menggarap ladangmu?”

Tono tergagap. Ia melihat tanaman labu siamnya sudah siap dipanen.

Ia mencoba mengumpulkan segala ingatannya; ia hanya dapat memngingat sosok Pak Wastra, kebun semangka yang luas, namun tak ada seorang pun pekerjanya yang bercakap-cakap dengannya. Selanjutnya Pak Wastra memberinya uang dan bibit tanaman.

Tanpa menjawab pertanyaan Tejo, Tono langsung memeriksa sarung bantal yang berisi uang. Ternyata, tak ada yang berubah. Tetap berupa uang. Ia hanya meminta Tejo untuk diam dan mengajaknya pulang. Esoknya, Tono mendatangi Ketua Dusun untuk menghaturkan terima kasih karena diperkenankan menggarap lahan dan menjadi saksi dalam pelunasan utang kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia.

Selanjutnya, ia memanen labu siam dan membagikan hasil penjualannya kepada para tetangganya, setelah itu, ia memperbaiki rumah dan menggarap lahan warisan dari kedua orang tuanya. Kini, Tono menjadi sosok terkaya di dusunnya berkat bekerja di perkampungan jin.

Kisah yang muskil ini diceritakan oleh Akbar, kemenakan dari pelaku peristiwa khusus untuk para pembaca setia neomisteri.

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Menelusuri Rumah Angker, Riddle House

Riddle benar-benar menikmati tinggal di rumah itu hingga seorang karyawannya meninggal tragis di loteng rumah. Sang karyawan nekat bunuh diri karena depresi disebabkan tekanan...

Kuntilanak, Sosok Seram yang Melegenda

Kuntilanak sewaktu muncul selalu diiringi harum bunga kemboja. Kuntilanak konon juga menyukai pohon tertentu sebagai tempat "bersemayam", misalnya waru yang tumbuh condong ke samping...

Artikel Terpopuler