asd

Bedjo, Si Harimau Sumatera

Jenderal Maraden Panggabean telah mengakui, Jenderal Spoor, Panglima Tertinggi Militer Belanda pada Agresi II mati di tangan pasukannya ….

Oleh: Erlangga DS

 

Neomisteri – Warta berkisah, Bedjo lahir di Tanjung Mulia pada 10 Desember 1919. Sang ayah, Sattar, berasal dari daerah Gunung Jeruk Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Sebagaimana lazimnya para perantau, selain memiliki bengkel kecil di rumahnya yang terletak di Jalan Amplas, Medan, dan memproduksi pelbagai peralatan rumah tangga dan pertanian, ternyata, Bedjo muda juga pernah bekerja di bengkel milik Belanda dan Jepang.

Dalam perjalanan hidupnya, sejarah mencatat dengan tinta emas, Bedjo merupakan sosok dengan tingkat pengabdian yang luar biasa bagi bangsanya. Betapa tidak, pada zamannya, selain masyarakat mengenal pasukannya adalah seorang besar dengan tingkat pengabdian luar biasa untuk bangsanya.

Itu bukan karena orang mengenal pasukannya dengan sebutan pasukan selikur, namun, Bedjo juga dikenal dengan julukan Harimau Sumatera atau si Tangan Besi. Tidak cukup sampai di situ, pasukan Bedjo selalu menorehkan tinta emas pada peristiwa-peristiwa heroik yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai Komandan Sektor-I yang berkedudukan di Sidimpuan, namun, wilayah pertempuran yang dipimpin Mayor Bedjo tergolong sangat luas. Mulai dari Asahan hingga Tapanuli Selatan.

Hingga pada suatu hari, tepatnya 23 Mei 1949, Mayor Bedjo mendapatkan informasi bahwa ada pasukan Belanda yang akan melintas dari arah Sidimpuan menuju Sipirok.

Siasat langsung saja disusun. Dalam penghadangan ini, Mayor Bedjo mengerahkan pasukan Yon-VI di bawah komando bagian operasi Sektor-I yang berkedudukan di Sidimpuan; yakni Kapten Selamat Ketaren dan Kapten Hazhari Hasontang juga disertai Tugi, Kompi Mena Pinem dan Kompi Sahala Pakpahan. Setelah lima jam menunggu, sekitar pukul 09.00, konvoi serdadu Belanda yang diperkirakan berkekuatan 25 kendaraan pun melintas.

Saat konvoi tiba di sekitar jembatan, pasukan Mayor Bedjo langsung melakukan serangan kilat. Tapi apa daya, dalam pertempuran yang seru namun singkat, pasukan Mayor Bedjo terpaksa mengundurkan diri, karena, kala itu, pihak Belanda dibantu oleh dua unit pesawat pembom yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Pinangsori, Sibolga.

Pada pertempuran singkat yang sengit itu, Mayor Bedjo menduga, Jenderal Spoor yang turut dalam konvoi tersebut tertembak dan tewas. Hal tersebut selaras dengan pengakuan Jenderal Maraden Panggabean.

Sampai sekarang, silang pendapat tentang kematian Jenderal Spoor masih terus saja diperbincangkan. Bahkan, pihak Belanda menyatakan bahwa Jenderal Spoor meninggal di Jakarta, karena sakit.

Keberhasilan Mayor Bedjo sebagai pemimpin diakui oleh para seniornya, di antaranya Slamat Ginting dan Liberty Malau yang merupakan bagian dari pasukan bersenjata di Sumatera Utara. Aksi heroik Bedjo yang selalu menanamkan semangat mengusir penjajah dari Bumi Petiwi dengan sesingkat-singkatnya dibuktikan dalam Serangan Umum Laskar Rakyat Medan Area yang terjadi pada 27 Oktober–3 Nopember 1946.

Tidak ada yang bisa menepis, betapa, Perang Medan Area adalah salah satu mata rantai peristiwa perjuangan untuk merebut dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republuk Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang terjadi di beberapa tempat di seluruh Indonesia — di antaranya; 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur; Desember 1945 Palagan Ambarawa, Jawa Tengah; 14 Februari 1946 Peristiwa Merah Putih di Manado, dan Maret 1946 Bandung Lautan Api di Jawa Barat.

Kala itu, Bedjo yang berpangkat Mayor merupakan salah satu pimpinan pasukan pada Perang Medan Area. Boleh dikata, Serangan Umum Laskar Rakyat Medan Area yang terjadi pada 27 Oktober-3 November 1946 berhasil menguasai setengah lebih wilayah Medan dari pendudukan Sekutu yang baru saja menang dalam Perang Dunia II dan merapat melalui Pelabuhan Belawan sejak 4 Oktober 1945.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, Harimau Sumatera atau Si Tangan Besi juga tercatat aktif dalam melancarkan perlawanan bersama pasukannya baik yang berasal dari kawasan Timur maupun Barat Sumatera Utara.

Selepas pengakuan kedaulatan Indonesia pada 1949, konon, pasukan Bedjo dengan kekuatan satu batalion dipindahkan ke Jawa Barat untuk turut menumpas pemberontakan Darul Islam/Terntara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan S.M. Kartosuwiryo. Selepas itu, 1957, Bedjo dipindahkan ke MABES AD dengan pangkat Letnan Kolonel dan turut mengembn tugas dalam penumpasan pemberontakjan PRRI di Sumatera.

Menjelang pensiun pada rentang 1960-an, Bedjo sempat mengenyam Pendidikan Staf Komando di Bandung — selanjutnya, sosok yang merupakan anggota MPR hasil PEMILU 1971 yang juga mantan Panglima Tentara Teritorium Sumatera (PTTS), meninggal dunia pada 28 Mei 1984 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Terlepas namanya telah diabadikan sebagai salah satu ruas jalan di Medan, Jalan Brigjend Bedjo, dan belum tersemat gelar Pahlawan Nasional, namun, bangsa Indonesia mencatat bahwa Bedjo adalah sosok yang begitu cinta akan kemerdekaan Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya.

 

 

—————–
Dari berbagai sumber terpilih

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Pelet Wanita Kampung Laut

Sontak ibu itu keheranan dengan cerita mereka berdua. "Haah.. Di ujung pasar? Ujung pasar ini hanya hut..." Belum sempat ibu tersebut menuntaskan perkataan, mualim...

Furnitur Berdarah

Ia tak pernah menyangka, papan kayu jati yang teronggok di pinggir pagar pemakaman umum yang diambil dan dibuat furnitur ternyata bekas nisan dari makam...

Artikel Terpopuler