asd

Dua Singa Betina Banten Penentang Belanda

Walau tidak hidup sezaman, namun, sejarah mencatat dengan tinta emas akan keperkasaan keduanya yang pantang pernah menyerah dalam menentang dan melenyapkan kezaliman di Bumi Pertiwi ….

Oleh: Etty Suryanagara

 

Neomisteri – Tanah Jawa 1830. Kala itu, Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengeluarkan aturan Cultuurstelsel (tanam paksa-pen) yang isinya mewajibkan; para petani di tiap desa di Jawa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman komoditi ekspor dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya dalam waktu yang relatif singkat.

Sudah barang tentu, aturan tersebut sangat memberatkan para petani. Selain memaksakan jenis tanaman, pemerintah Hindia Belanda dengan semena-mena mengambil semua hasilnya.

Perlawanan pun meletus di mana-mana …

Dalam Perang Cikande, Banten, bersama-sama dengan puluhan pendekar wanita, Nyimas Gamparan melakukan perlawanan. Pihak Belanda pun mulai kewalahan. Betapa tidak, selain terlatih dan menguasai medan, Pasukan Nyimas Gamparan yang bermarkas di bilangan Balaraja itu selalu melakukan serangan mendadak, kemudian menghilang dalam kelebatan hutan. Boleh dikata, setiap usai melakukan serangan, Pasukan Nyimas Gamparan langsung hilang bak ditelan bumi.

Belanda bahkan membuat selebaran akan memberikan hadiah yang besar bagi siapa pun yang berhasil menangkap Nyimas Gamparan hidup atau mati.

Namun apa daya, upaya itu tidak berhasil.

Akhirnya, pihak Belanda menjalankan politik devide et impera. Upaya ini berhasil. Raden Tumenggung Kartanata Nagara, Demang di Wilayah Jasinga, Bogor, yang dijanjikan bakal dijadikan sebagai penguasa di Rangkasbitung, Banten, tergiur dengan rayuan tersebut.

Pada suatu hari, pertempuran sengit antara Pasukan Nyimas Gamparan dengan Pasukan Raden Tumenggung Kartanata Nagara pun terjadi dengan sengit. Di sana-sini terdengar teriakan penambah semangat. Sayangnya, walau telkah melakukan perlawanan yang demikian sengit, namun, Pasukan Nyimas Gamparan harus mengalami kekalahan. Bahkan, dalam pertempuran ini Nyimas Gamparan gugur dan jenazahnya dimakamkan di daerah Pamarayan, Serang, Banten.

Gugur satu tumbuh seribu, demikian kata pepatah. Perlawanan terhadap Belanda tidak berhenti sampai disitu. Pada rentang 1918, Nyimas Melati, salah seorang putri dari Raden Kabal juga melakukan perlawanan di bilangan Tangerang yang saat itu dikuasai oleh sekelompok tuan tanah yang mendapat bantuan dan dukungan dari pemerintah Belanda.

Seperti biasa, karena mendapatkan dukungan, maka, ulah paratuan tanah demikian meresahkan masyarakat. Pajak yang tarik terasa mencekik, sementara, hasil bumi dibeli dengan harga yang sangat rendah — jika telat membayar pajak atau ketahuan menjual hasil bumi dengan cara sembunyi-sembunyi, akibatnya pun harus mereka tanggung.

Dihajar oleh para centeng, bahkan, istri atau anak gadisnya diambil ….

Kenyataan inilah yang membuat Raden Kabal dan putrinya, Nyimas Melati menjadi murka. Dengan diam-diam dan penuh kehati-hatian, rencana perlawanan pun disusun.

Sejak itu, jika pihak Belanda lengah, maka, pasukan Raden Kabal dan putrinya, Nyimas Melati, serta Pangeran Pabuaran Subang, pasti melakukan penghadangan. Akibat serangan mendadak yang dilakukan, perlahan namun pasti, kerugian pihak Belanda pun kian membesar. Pelbagai upaya untuk menangkap pemberontak pun terus dilakukan, namun hasilnya tetap saja sama, nihil ….

Berulangkali pihak Belanda melakukan pendekatan kepada orang-orang yang berpengaruh dengan janji akan meberikan jabatan dan uang, kembali, upaya itu tidak membuahkan hasil. Tanpa ada yang memaksa, rakyat yang sudah lama menderita akibat kezaliman mereka sepakat untuk tidak memberikan bantuan dalam bentuk apapun kepada pihak Belanda ataupun para tuan tanah.

Boleh dikata, tenggelamnya mentari di ufuk barat, seolah mengundang datangnya malaikat El Maut untuk mencari mangsanya ….

Sehingga tidak heran, kala itu, pihak Belanda merasa bahwa Tangerang bukan daerah yang aman dan nyaman bagi mereka.

Salah satu pertempuran besar dan sengit dengan pihak Belanda adalah Pertempuran Pabuaran Subang — yang merupakan tempat gugurnya Pangeran Pabuaran dari Subang. Dalam pertempuran yang sengit ini, Nyimas Melati yang juga dikenal sebagai wanita yang menguasai ilmu beladiri yang mumpuni kembali memperlihatkan ketangguhannya. Sayang tidak ada catatan yang jelas, berapa banyak serdadu Belanda yang harus meregang nyawa karena sabetan pedang atau terhunjam oleh anak panahnya.

Keperkasaan Nyimas Melati itulah yang menyebabkan ia dijuluki sebagai Singa Betina dan namanya diabadikan sebagai nama sebuah Gedung Wanita Nyi Mas Melati, di Jalan Daan Mogot (Kantor Sekretariat TP PKK Kota Tangerang) dan nama sebuah Jalan Nyi Mas Melati; (Gedung Kantor KPUD Kota Tangerang).

 

 

 

——————
Dari berbagai sumber terpilih

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Penunggu Ghaib Jembatan Seunapet

Para sopir bus, truk bahkan sebagian besar masyarakat yang biasa hilir mudik Medan-Banda Aceh, pastinya sudah sangat mafhum dengan keangkeran Jembatan Seunapet .... oleh: Ari...

Kisah Kelam Waverly Hills Sanatorium

Bentuk gedung yang mirip sayap kelelawar itu dibangun di atas bukit Louisville, Kentucky, pada rentang 1910 dan merupakan rumah sakit pertama untuk merawat para...

Artikel Terpopuler