Walau usianya hampir menjelang setengah abad, namun, lelaki paruh baya yang satu ini seolah memiliki kekuatan yang tak kunjung habis….
Oleh: Ryan Sampurnajati
Neomisteri – Kang Asep (46) demikian sapaan akrab sosok SATPAM yang ramah, pandai bergaul dan selalu siap untuk membantu siapapun tanpa diminta. Agaknya, itulah yang menyebabkan kenapa seluruh warga komplek yang ada di pinggiran selatan Jakarta, sering meminta tolong kepadanya untuk berbagai keperluan. Mulai memperbaiki genting, mengecat rumah bahkan merawat tanaman atau menebang pohon.
Semua pekerjaan itu dilakukan dengan riang dan gembira bila ia sedang tidak bertugas jaga.
Walau habis turun jaga, boleh dikata, tanpa beristirahat barang sejenak, ia langsung saja mengerjakan apa yang diminta. Anehnya lagi, semua pekerjaan itu berhasil diselesaikan tepat waktu dan nyaris sempurna.
Kang Asep seolah tak pernah kehabisan tenaga.
Jika pada hari libur dan hampir seluruh warga komplek berkumpul di taman selepas olahraga, hampir semua merasa puas dengan apa yang dikerjakan oleh Kang Asep.
“Tenaganya benar-benar kuat. Bayangkan, habis jaga malam, tanpa istirahat ia langsung datang ke rumah dan mulai mengecat sambil bersenandung lagu-lagu Sunda”, kata Pak Imran.
“Betul itu”, tambah yang lain hampir bersamaan.
Neomisteri yang sudah cukup lama mengamati seolah mendapatkan pembenaran.
Hingga pada suatu malam, ketika Kang Asep sedang berkeliling, Neomisteri pun sengaja mengajaknya untuk berbincang. Ia menceritakan masa kecilnya. Kala itu, hampir semua anak lelaki wajib belajar silat.
Dari situlah, ia mendapatkan ajian kabedasan dari sang guru. Tujuannya untuk kekuatan — jika terkena pukulan tidak merasakan sakit, namun jika memukul dapat membuat lawan tak sadarkan diri.
Akan tetapi, semuanya harus ditebus dengan puasa mutih; yakni hanya makan nasi putih serta minum air putih selama 7 hari 7 malam. Dan setiap malam, ajian kabedasan yang berbunyi;
Dampal suku ngabatu datar
bitis ngabatu wilis
nyurup ka badana
nyurup ka sungsumna
getih sabadan
bedas ngala ka aki.
Harus dibaca dengan menahan napas seperti layaknya orang berdoa (menengadahkan dua telapak tangan) dengan khusyuk sebayak 41 kali. Setiap kali usai membaca, tiupkan ke kedua telapak tangan dan usapkan mulai dari ubun-ubun sampai ke telapak kaki.
Lepas Kang Asep menjalankan puasanya, malamnya, ia diminta sang guru untuk berdiri dan membaca ajian kabedasan. Kemudian sang guru memukulnya dengan tebu yang ternyata telah dipersiapkan terlebih dahulu. Dalam beberapa kali hantaman, tebu pun remuk tak berwujud lagi.
Kang Asep pun dinyatakan berhasil. Sang guru hanya berpesan; “Jangan sombong, dan gunakan ilmu itu benar-benar untuk hidup dan kehidupanmu”.