Bagi para pengemudi pribadi, bus, truk sampai dengan angkutan umum yang biasa lalu-lalang lewat jalur selatan Pulau Jawa, meyakini, Nagreg adalah salah satu ruas jalan yang memiliki tingkat keangkeran tergolong tinggi ….
oleh: Yusuf Bregola
Neomisteri – Malam itu, Herman (41 tahun) salah satu pengemudi truk dari perusahaan yang tergolong besar di Bandung, tengah-tengah bersiap untuk berangkat menuju Jogjakarta dan lanjut ke Surabaya. Seperti biasa, ia akan melintasi jalur selatan — jalur yang pada waktu-waktu tertentu acap dilewati bus Budiman, Gapuraning Rahayu dan ada lagi yang lainnya.
Oleh karena itu, jalur tersebut tergolong ramai.
Bagi Herman, perjalanan tersebut bukan merupakan hal yang asing lagi. Betapa tidak, ia sudah bekerja di perusahaan tersebut hampir sekitar delapan tahun. Dengan kata lain, ia sudah begitu hafal kondisi jalan dan keadaan desa serta kota yang bakal dilaluinya — termasuk tempat beristirahat yang nyaman, tenang dan warung yang memiliki menu sehat serta nikmat.
Baca: Dibekap Sosok Hitam Besar di Kontrakan
Setelah beberapa saat kembali ia memeriksa keadaan kendaraannya, padahal sebelumnya telah diperiksa oleh keneknya, Udin (36 tahun) lelaki asal Bekasi yang menikah dengan gadis asal Cimahi dan telah dikaruniai dua orang anak.
“Udah aman A’ …”, terdengar suara Udin agak keras seolah mengingatkan Herman tak perlu lagi bersusah payah memeriksa kendaraan.
Sejenak Herman menoleh sambil mengacungkan kepalannya ke arah Udin. Tak lama kemudian, tampak Herman masuk ke kabin mobil sambil memberikan tanda agar Udin bersiap-siap mengikutinya dan mobil pun melaju membelah malam yang baru saja turun.
Baca: Cerita Seram Rumah Sakit Kosong
Sambil berjalan, keduanya pun saling bercerita tentang berbagai hal. Mulai dari kehidupan rumah tangga, lingkungan bahkan kenakalan ketika masih sekolah. “Nyeselnya sekarang A’, pendidikan tanggung, enggak punya ijazah”, keluh Udin.
“Udah begitu enggak punya keahlian”, sahut Herman, “lengkap deh … susahnya”, lanjutnya lagi.
“Bener A’, timpal Udin, “yang penting anak-anak kudu lebih pinter. Biar bisa ngangkat derajat orang tuanya”, imbuhnya.
“Makanya, kalo punya duit lebih simpen. Tabung. Kurangin minumnya”, sergah Herman.
“Udah A’ … sekarang Neng selalu nabung di BRI”, kata Udin membela diri.
Ketika mendekati turunan dekat pos tangan Udin sontak mengingatkan sambil membuka kaca jendela; “A’ tolong klakson tiga kali”.
Tampak tangan Udin membuang sesuatu. Diam-diam, Herman memperhatikan apa yang dilakukan oleh keneknya selama ini. Karena penasaran, Herman pun bertanya; “Tiap lewat sini kok selalu membuang rokok. Ada apa?”
Udin tersipu malu. Ia tak menyangka jika selama ini perbuatannya diperhatikan oleh Herman. “Maklum A’ … kata orang-orang tua di situ ada penunggunya”, jawab Udin hati-hati.
Baca: Diganggu Hantu Muka Rata di Hutan Bambu
Herman mafhum dan mengangguk kemudian terdengar suaranya; “Taunya dari siapa?”
Udin pun bercerita, menurut kakek dari istrinya yang asli Dayeuhkolot, Bandung, dulunya, Nagreg masih berupa hutan belukar dengan jalan setapak yang terjal. Walau tergolong lumayan ramai, namun, jarak antara pemukiman yang satu dan yang lainnya berjauhan. Hatta, pada waktu itu, tinggal sepasang suami istri yang tiudak dikaruniai keturunan — untuk memenuhiu kebutuhan hidupnya, sang suami yang akrab disapa Aki giat bekerja di ladang dan sesekali menyumpit burung.
Hingga pada suatu hari, tanpa sebab yang jelas, Aki tidak kembali ke rumahnya. Sudah barang tentu, sang Nini pun kebingungan dan tanpa mengenal lelah mencari di mana keberadaan sang suami. Kelelahan yang teramat sangat dan pukulan batin yang teramat hebat karena merasa ditinggalkan dengan begitu saja, akhirnya, sang Nini pun meninggal dunia.
Baca: Perempuan Penglaris Kedai Makanan
Masyarakat yang menemukan jasadnya langsung menguburkannya dengan layak. Agaknya, karena sang Nini bertekad terus mencari sang suami sampai bertemu, maka, arwahnya kerap melambaikan tangan kepada sopir-sopir yang dianggapnya mirip dengan Aki, suaminya. Tapi akibatnya, siapa pun yang melihat sang Nini melambaikan tangan kepadanya, sontak konsentrasinya akan hilang dan kecelakaan pun pasti terjadi.
“Makanya A’ tadi saya membuang rokok dan bilang numpang-numpang lewat Ni jangan ganggu ya”, kata Udin.
“Tujuannya satu, saling menghormati antara sesama makhluk ciptaan-Nya”, pungkas Udin.
Herman yang sejak tadi mendengarkan cerita Udin sambil menyetir, mengangguk-angguk sebagai pernyataan setuju dan mengerti dengan apa yang dilakukan oleh keneknya.