Toko Merah

Sesuai dengan warnanya, bangunan yang berada di Kawasan Kota Tua Batavia, selain kepemilikannya beberapa kali berpindah tangan, keangkeran dan nuansa mistiknya juga terasa demikian kental ….
oleh: Anand Merva Utama

 

 

Neomisteri – Menurut catatan, di rentang 1813-1851, kepemilikan bangunan tua tersebut jatuh ke tangan Oey Liauw Kong dan dijadikan sebagai sebuah toko sehingga bangunan tersebut bahkan sampai sekarang menjadi terkenal dengan sebutan Toko Merah.

Selanjutnya, pada 1993, Pemprov DKI Jakarta menjadikannya sebagai salah satu bangunan cagar budaya — kemudian, pada rentang 2012 dijadikan sebagai tempat untuk konferensi atau pameran.

Baca: Furnitur Berdarah

Perjalanan panjang suatu bangunan, sudah barang tentu menyimpan cerita yang sangat menarik untuk dikulik. Untuk itu, sekali ini, neomisteri sengaja mengajak Mas Bowo (48- tahun) salah seorang praktisi paranormal yang hanya bersedia menolong orang-orang yang dekat atau dikenalnya dengan baik. Menurutnya, selain masih bekerja di salah satu perusahaan multinasional, ia dan istrinya yang juga bekerja sebagai desain grafis di salah satu perusahaan periklanan telah sepakat untuk menghabiskan waktu istirahat hanya bersama keluarga kecilnya.

Kala itu malam Jum’at, neomisteri dan Mas Bowo sengaja memilih untuk mencari tempat yang nyaman untuk duduk dan dapat melihat Toko Merah lebih dekat. Berbeda dengan yang lain, cukup hanya mengoleskan minyak khusus pada alis dan bibir, maka, Mas Bowo sudah bisa melihat dan berdialog dengan para makhluk tak kasat mata yang ada di sekitarnya.

Baca: Misteri Tol Jombang Lokasi Kecelakaan Maut Vanessa Angel

Tak berapa lama kemudian, tampaknya, Mas Bowo sudah berhasil berdialog dengan salah satu penunggu gaib Toko Merah. Sayang, karena etika spiritual, ia enggan menyebutkan nama tokoh tersebut. Menurutnya, kasihan keluarganya yang sampai sekarang masih tinggal di sini bahkan telah menjadi Warga Negara Indonesia. Hanya saja, Mas Bowo berkata; “Beliau adalah salah satu dari sekian jawara tangguh dari masyarakat Tionghoa yang dihabisi oleh prajurit VOC atas perintah Gubernur Jendral Adrian Valckenier”.

“Ohh..”, kata neomisteri.

“Ya … 9 Oktober 1740”, demikian kata Mas Bowo, “terjadi peristiwa mengerikan yang dikenal sebagai Tragedi Angke atau Geger Pecinan”, lanjutnya lagi sambil memberikan isyarat agar neomisteri tenang dan tidak mengganggunya sambil mengeluarkan sebuah buku notes dan bolpoin.

Neomisteri pun mengangguk tanda mengerti.

Toko Merah

Sesaat wajah Mas Bowo sempat menegang dan tak lama setelah itu ia tampak sedih dan menghapus air mata yang jatuh ke pipinya. Sementara neomisteri sempat membaca tulisan yang ada di buku notes; kala itu, pihak VOC seolah benar-benar ingin menghabisi masyarakat Tionghoa yang ada di Batavia bahkan Pulau Jawa. Buktinya, dalam waktu teramat singkat, tiga belas hari, sekitar dua puluh empat ribu orang Tionghoa berhasil mereka bantai. Mayat mereka dibiarkan berserak di seputaran Kali Besar. Akibat begitu banyak darah yang mengalir ke sungai, maka, permukaan aliran sungai pun berubah menjadi merah darah.

Sambil menggeleng-gelangkan kepalanya dan menghela napas panjang beberapa kali, Mas Bowo pun kembali menulis; Toko Merah, adalah salah satu tempat bagi para prajurit VOC melakukan penyiksaan di luar batas perikemanusiaan bahkan memperkosa para wanita Tionghoa hingga mereka menemukan ajalnya dengan cara yang teramat mengenaskan.

Baca: Hantu Rumah Mertua

Tak lama kemudian, Mas Bowo tampak membungkukkan badannya. Ia seolah sedang memberikan penghormatan kepada sang jawara yang telah berkenan berbagi cerita duka kepada neomisteri ….

“Baik … kami akan menuliskan sesuai dengan yang tadi diceritakan”, bisik Mas Bowo lirih.

Menurut neomisteri apa yang sering terjadi di Toko Merah adalah merupakan hal yang teramat wajar. Betapa tidak, sungguh tak terbayangkan, berapa ratus bahkan ribu orang meregang nyawa dengan cara yang tidak terhormat bahkan mengenaskan. Wajar, jika sampai sekarang mereka kadang suka usil.

Menurut Mas Bowo, “Keusilan mereka sebenarnya bukan untuk mengganggu atau menakut-nakuti, namun, untuk mengingatkan agar kita tidak melupakan mereka yang tewas dengan cara keji dan berharap agar peristiwa seperti itu tidak pernah lagi terjadi.

Ketika dirasa cukup, baru kami sadar, ternyata, keindahan dan kenyamanan Kali Besar tak kalah dengan sungai-sungai yang merupakan destinasi wisata di Eropa.

artikel terkait

Apa komentarmu?

Artikel Terbaru

ARTIKEL MENARIK LAINNYA

5 Fakta yang Jarang Diketahui tentang Fenomena Kesurupan

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa individu yang lebih rentan terhadap kesurupan seringkali telah mengalami stres berat atau trauma emosional.   Neomisteri - Kesurupan adalah fenomena yang...

Mengenal Kitab Serat Chentini

Kitab Serat Chentini mengandung banyak nilai budaya dan kearifan lokal Jawa. Di dalamnya, kita dapat menemukan ajaran tentang cinta, kesetiaan, kerendahan hati, serta nasihat...

Artikel Terpopuler